Menurut
pendapat Sri Soedewi Masjehoen Sofwan menyebutkan bahwa perjanjian itu adalah
“suatu peruatan hukum dimana seorang atau lebih mengingatkan dirinya terhadap
seorang lain atau lebih”.
Dalam
kitab undang undang hukum Perdata terjenahan R. subekhi dan R. Tjitrosudibio
tidak dipakai istilah perjanjian melainkan yang dipakai adalah perikatan
sebagaimana disebut dalam pasal 1233 KUH Perdata. Jadi kedua istilah tersebut
sama artinya, tetapi menurut pendapat R.Wirjno Prodjodikoro bahwa:
Perjanjian
dan persetujuan adalah berbeda. Persetujuan adalah suatu kata sepakat antara
dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka yang bertujuan
mengikat kedua belah pihak, sedangkan perjanjian adalah suatu perhubungan hukum
mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji
atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu. Hal sedangkan pihak yang lain
berhak menuntut pelaksanaan janji itu.
Dari
kedua definisi yang dikemukakan oleh R. Subekti dan R. Wirjono prodjodikoro di
atas pada dasarnya tidak ada perbedaan yang tidak prinsipil. Adanya perbedaan
tersebut hanya terletak pada redaksi kalimat yang dipilih untuk mengutarakan
maksud dan pengertianya saja. Yang pasti dari perjanjian itu kemudian akan
menimbulkan suatu hubungan antara kedua orang atau kedua pihak tersebut.
”Jadi
perjanjian dapat menerbitkan perikatan di antara kedua orang atau kedua pihak
yang membuatnya itu, di dalam menampakkan atau mewujudkan bentuknya, perjanjian
dapat berupa suatu perkataan yang mengandung janji janji atau kesangupan yang
diucapkan tuk di tuliskan.
Macam-macam
Perjanjian :
1. Perjanjian
Timbal Balik
Perjanjian
timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua
belah pihak.
2. Perjanjian
Cuma – Cuma
Menurut
ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma
adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatukeuntungan
kepada, pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
3. Perjanjian
Atas Beban
Perjanjian
atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu
selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu
ada hubungannya menurut hukum.
4. Perjanjian
Bernama ( Benoemd )
Perjanjian
bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah
bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk
undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari.
Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.
5. Perjanjian
Tidak Bernama ( Onbenoemde Overeenkomst )
Perjanjian
tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata,
tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas
dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak- pihak yang mengadakannya.
6. Perjanjian
Obligatoir
Perjanjian
obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para
pihak.
7. Perjanjian
Kebendaan ( Zakelijk )
Perjanjian
kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu
benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu untuk
menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).
8. Perjanjian
Konsensual
Perjanjian
konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai
persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut KUHPerdata perjanjian
ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).
9. Perjanjian
Real
Yaitu
suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan
perjanjian, yaitu pemindahan hak.
10. Perjanjian
Liberatoir
Perjanjian
dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada(Pasal 1438
KUHPerdata).
11. Perjanjian
Pembuktian ( Bewijsovereenkomts )
Suatu
perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yangberlaku di antara
mereka.
12. Perjanjian
Untung – untungan
Menurut
Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian untunguntungan adalah
suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak,
maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadianyang belum tentu.
13. Perjanjian
Publik
Perjanjian
publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum
publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak
lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan
(subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang sama(co-ordinated).
14. Perjanjian
Campuran
Perjanjian
campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsurperjanjian di
dalamnya.
Syarat-syarat
Perjanjian
Menurut
Pasal 1338 ayat (1) bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang
sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KHU Perdata. Pasal
1320 KHU Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada :
1. Kesepakatan
Yang
dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling
memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat
perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar
paksaan, penipuan, atau kekhilafan.
2. Kecakapan
Kecakapan
di sini berarti para pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh
hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum
cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang
ditentukan oleh hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah
pengawasan (curatele), dan orang kit jiwa. Anak-anak adalah mereka yang belum
dewasa yang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum
berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas)
tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti
cakap untuk membuat perjanjian.
3. Hal
tertentu
Maksudnya
objek yang diatur kontrak harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi,
tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau
kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif.
4. Sebab
yang dibolehkan
Maksudnya
isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang bersifat
memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.
Penyebab
Pembatalan Perjanjian
1. pekerja
meninggal dunia
jangka
waktu perjanjian kerja berakhir
adanya
putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
atau
adanya
keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan kerja, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.
Sumber
:
http://www.adipedia.com/2011/05/macam-macam-perjanjian-dan-syaratnya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar